Blitar, 12 Mei 2009 (dikutip dari www.deptan.go.id)
Langkah Operasional Terhadap Merebaknya Kasus Flu H1N1
Flu H1N1 merupakan penyakit zoonotik (penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya) dan berpotensi menjadi pandemi yang serius karena telah terjadi penularan antar manusia dengan sangat cepat, seperti yang dilaporkan di Meksiko bahwa dalam waktu beberapa hari penyakit tersebut telah menyebabkan kematian lebih dari 80 orang dari sekitar 1300 penderita. Penyebaran Flu H1N1 dapat terjadi melalui kontak langsung, bahan terkontaminasi droplet (melalui bersin atau batuk), udara dan pemasukan hewan terinfeksi ke dalam populasi hewan sehat. Di Indonesia belum pernah dilaporkan kejadian kasus Flu H1N1 yang disebabkan oleh sub tipe H1N1, sehubungan dengan hal tersebut Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Keputusan yang melarang pemasukan babi hidup, semen babi, produk biologi berupa vaksin swine influenza virus (SIV), kulit dan bulu babi (bristles) yang belum diolah, serta karkas dan daging babi (termasuk daging bertulang dan tidak bertulang) yamg belum diolah dari negara tertular Flu H1N1 (swine influenza) yaitu Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Israel, Spanyol dan New Zealand serta negara lain yang telah ditetapkan sebagai negara tertular oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (WOAH/OIE) dan/atau Badan Kesehatan (WHO) kedalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Langkah operasional yang ditetapkan Direktorat Jenderal Peternakan untuk mencegah masuk dan menyebarnya Flu H1N1 di wilayah NKRI yaitu: 1). Melakukan monitoring dan surveilans terhadap seluruh usaha peternakan babi di wilayah masing-masing yang berkoordinasi antara BB Vet/BPPV dan Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan/kesehatan masyarakat veteriner di propinsi/kabupaten/kota; 2). Melakukan pengawasan secara ketat terhadap lalulintas ternak babi hidup dan produk daging babi segar; 3). Melakukan pengawasan terhadap pemotongan ternak babi, dengan menerapkan pemeriksaan ante mortem dan post mortem serta hanya babi sehat yang boleh dipotong; 4). Lalulintas ternak babi hidup antar kabupaten/kota dan/atau antar propinsi harus diperiksa oleh dokter hewan, dan hanya ternak yang sehat yang dapat dilalulintaskan, serta harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH); 5). Melakukan sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat peternak yang menekankan beberapa hal antara lain meningkatkan tindakan biosekuriti dan sanitasi di lingkungan kandang peternakan babi, melaporkan segera kepada dokter hewan berwenang di propinsi/kabupaten/kota, apabila pada ternak babi ditemukan tanda-tanda klinis atau indikasi terjadi penyakit menular dan khususnya penyakit Flu H1N1 pada ternak, tidak mengangkut ternak babi hidup pada kendaraan umum untuk mencegah berkontak langsung antara ternak dan masyarak umum, peternak/pekerja kandang harus memakai masker hidung dan mulut serta penutup mata apabila memasuki kandang, peternak/pekerja kandang harus mengganti sepatu/alas kaki dan pakaian serta mencuci tangan apabila selesai bekerja di kandang atau meninggalkan kandang; 6). Sisa-sisa (limbah) kotoran yang berasal dari kandang ternak babi dan/atau yang berasal dari pemotongan ternak babi agar dimasukkan ke septik tank yang terbuat khusus, dan tidak dibuang atau dialirkan ke saluran umum/terbuka; 7). Apabila hasil monitoring dan surveilans ditemukan adanya indikasi kejadiaan klinis dan/atau serologic positif Flu H1N1, harus segera dilakukan tindakan isolasi/penutupan, hingga menunggu komfirmasi atau penegakan diagnosa secara laboratoris; 8). Melaporkan segera kepada Direktorat Jenderal Peternakan apabila dari hasil diagnosa laboratoris telah terbukti positif penyakit Flu H1N1; 9). Apabila menemukan indikasi pekerja kandang/peternak telah tertular virus Flu H1N1, segera berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar