Rabu, 26 Mei 2010

RABIES

RABIES

• Penyakit bersifat fatal yang menyerang sistim syaraf dan dapat menular ke manusia (zoonosis) dan juga dapat disebut Hidrofobia.
• Causa: Rabdovirus
• Penularan :
melalui gigitan dan jilatan pada kulit yang terbuka oleh hewan penderita HPR ( hewan penular rabies / anjing, kucing, kera) yang tertular dan masuk melalui syaraf menuju Medulla Spinalis dan Otak dan berkembang biak , selanjutnya virus melalui syaraf ke kelenjar liur masuk kedalam air liur dst
• Hewan rentan :
– Anjing
– Kucing
– Kera
– Kelelawar
– Rakun
– Rubah
Gejala Klinis :
- Gejala timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi
- Masa inkubasi bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun.
Masa inkubasi, paling pendek pada orang yang digigit pada kepala dan daerah wajah serta bila gigitan terdapat di banyak tempat terjadinya kelumpuhan yang dimulai pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh . Depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit luar biasa, kesulitan menelan dan bernafas.

PENCEGAHAN
1. Penyuluhan dan desiminasi informasi kewaspadaan Rabies
2. Pengamatan dan Penyelidikan penyakit.
3. Pengawasan lalu lintas hewan penular Rabies (HPR)
4. Penertiban dan pengawasan pemeliharaan hewan penular Rabies (HPR):
 HPR harus dikandangkan dan diikat dengan tali minimal (satu) meter.
 HPR dilarang dilepas
 HPR secara rutin diperiksakan kesehatannya kepada dokter hewan praktek/klinik hewan/runah sakit hewan
 HPR dilarang mendekati, membiarkan dan berkumpul dengan HPR lain diluar rumah
 HPR diluar rumah harus diikuti oleh pemilik/ pelatih (kennel boy) dan diikat dengan tali sepanjang 1 (satu) meter.
 HPR dilarang berkerumun di suatu tempat pembuangan sampah, taman bermain anak-anak, tempat umum
 Bila kedapatan HPR menggigit manusia, maka HPR segera ditangkap dan dibawa ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk dilakukan observasi dan manusianya segera dibawa ke PUSKESMas / rumah sakit terdekat


GEJALA KLINIS PADA STADIUM :
1. Stadium prodromal
Sakit yang timbul tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan menuju anoreksia , pusing dan pening (nausea), dsb.
2. Stadium sensoris
Biasanya daerah luka gigitan akan terasa nyeri, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.
3. Stadium eksitasi
Penderita gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia).Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air
4. Stadium paralitik
Setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.

DIAGNOSIS
Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Satu-satunya uji yang menghasilkan keakuratan 100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi fluoresensi langsung (direct fluorescent antibody test/ dFAT) pada jaringan otak hewan yang terinfeksi. Uji ini telah digunakan lebih dari 40 tahun dan dijadikan standar dalam diagnosis rabies.
Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan berpendar sehingga memudahkan deteksi Namun, kelemahannya adalah subjek uji harus disuntik mati terlebih dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia.
Akan tetapi, uji serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita walaupun tidak memberikan keakuratan 100%.
Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan dengan biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali post mortem diagnosis setelah hewan atau manusia yang terinfeksi meninggal.

TINDAKAN KEWASPADAAN LALU LINTAS Hewan Penular Rabies (HPR) :
– Pelarangan pemasukan bahan biologik yang mengandung virus Rabies.
– Pemasukan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya yang dimasukkan ke daerah atau wilayah bebas Rabies di Indonesia harus memiliki Surat Keterangan Identitas (paspor) dan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (Health certificate) yang dikeluarkan oleh dokter hewan yang berwenang dinegara atau daerah asal.
– Surat Keterangan Identitas tersebut memuat :
 Keadaan umum yaitu ras, jenis, warna bulu, berat badan, kepemilikan, negara atau daerah asal, transit/stop over dan dinyatakan telah berada atau telah dipelihara sejak lahir sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terakhir sebelum diberangkatkan dari daerah / wilayah/ daerah asal.

KEADAAN KHUSUS :
1. Hewan yang sedang bunting 6 minggu serta hewan yang sedang menyusui tidak boleh dimasukkan ke wilayah atau daerah bebas Rabies di Indonesia
2. Dalam kondisi pengobatan / sedang sakit
3. Vaksinasi untuk Rabies in aktif sebelum diberangkatkan sekurang- kurangnya 30 hari dan tidak boleh lebih dari satu tahun
4. Hewan yang sedang bunting enam minggu serta hewan yang sedang menyusui tidak boleh dimasukkan kedalam wilayah atau Daerah bebas Rabies di Indonesia

Rangkuman
Pertemuan Review Kewaspadaan Dini Terhadap Penyakit RABIES di JAWA TIMUR
Tanggal 21 Mei 2010
Di : Hotel Utami Surabaya
Dihadiri : drh. Djoko Sutopo (Disnak Kab. Blitar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar